Rabu, 11 Mei 2011

First (own) Incision

First (own) Incision by Imanuel

Pada minggu ke 3 di Long Nawang, datang seorang ibu dengan keluhan di pinggang belakang, berupa benjolan lunak, nyeri, dapat digerakkan, tanpa eritema dan terdapat punctum (mata) pada bagian atasnya, diagnosa sementara saya adalah kista sebacea (kantong berasal dari kelenjar) dengan dd/lipoma (tumor lemak). Dengan PD saya katakan "Ini harus diangkat bu, nanti akan menganggu bila bekerja (kebetulan ibu ini adalah kuli angkat sayur), bagaimana kalau besok?" dan pasien tersebut menyanggupinya. Setelah itu saya berpikir... mungkin dokter senior yang bersama saya bisa membantu.... rupanya dokter tersebut sedang tidak ada di tempat. Kepala saya pusing, berarti semuanya sekarang tergantung dari saya... semua perawat disana hanya memiliki pengalaman asistensi, tapi belum pernah operator utama... jadilah saya operator utama T_T Pada malam harinya saya berdiskusi dengan perawat muda yang saya tunjuk jadi asisten saya tentang bagaimana approach yang akan dilakukan terhadap pasien ini, karena kistanya dipinggang, maka kita lakukan secara telungkup dan wilayah steril dilakukan didaerah tersebut, dimana sebelumnya di tandai terlebih dahulu, lalu semua dilakukan sesuai dengan manual yang berlaku... asepsis antiisepsis, incisi menurut garis bla bla bla.'


 Menberi tanda garis incisinya (tempat potong)

Siang harinya pasien datang, peralatan sudah dipersiapkan dan disteril, anestesi mau dilakukan, lalu saya melihat ampulnya (yang seharusnya dilihat minimal pada pagi hari!) ternyata EXPIRED... Kesalahan fatal! mulai panik, menggerutu ke perawat (yang harusnya kita cek ulang sendiri!). Untung seminggu sebelumnya ada amprahan dari kabupaten, hingga bisa ditanggulangi. Saat mau mulai membedah, pemasangan pisau, ditemukan ternyata pisaunya adalah blade besar! , yang harusnya untuk incisi tanpa presisi hal ini dapat beresiko perdarahan banyak.... Sucks.... saat ditanya "kita memang cuma punya blade itu dok...." sekali lagi ini adalah kesalahan operator, dimana saya harusnya mengecek ulang.... akhirnya mulai lah incisi awal, setelah klem terpasang, ditarik, hingga underminig dan diseksi  (melepaskan kulit dari jaringan sakit secara tumpul dan tajam) dilakukan. 
 Incisi awal
 
PERDARAHANYA BANYAK saat jaringan sehat lepas. Panik? YES! dilakukan ligasi serta rawat perdarahan dengan hati-hati, meskipun tangan gemetar dan berkeringat (kelihatan dibalik sarung tangan a.k.a handschoen). 
Rawat perdarahan
Pasca jahit

Akhirnya perawatan perdarahan berlangsung lancar. Dan pasien dipulangkan... yup dipulangkan.... PERHATIAN! ini adalah suatu pilihan tindakan yang kurang tepat, karen sekecil apapun suatu tindakan bedah minor, baik banyak atau sedikit perdarahan, pasien harus diistirahatkan dan diberi minuman manis, kenapa? karena pasien ketakutan dan menyebabkan konsumsi glukosa (gula darah) yang tinggi. Apa yang terjadi? Pasien di tengah jalan ke rumahnya, blackout (pandangan gelap) dan nyaris pingsan hingga di bopong masyarakat, dan tebak kembali kemana? Puskesmas ^_^... 
1st encounter!

Poin penting dari entri ini, "The Idea is simple, the task is substensial"... kadang kita secara textbook dan di pendidikan melihat suatu prosedur adalah mudah, dan berfokus di prosedur tersebut, padahal terdapat hal-hal kecil yang dapat mempengaruhi kesuksesan tersebut.... dalam entri saya, ampul anestesi (lidokain), pilihan pisau, dan anjuran istirahat adalah contohnya, dalam operasinya memang lancar. Tapi outcomenya? mungkin bisa lebih baik kan? God bless you all, selamat berkarya.

Selasa, 10 Mei 2011

Keindahan dan Keramahan Kayan Hulu


Keindahan dan Keramahan Kayan Hulu by Imanuel
                Sebagai kecamatan terbesar dan tertua di Apau Kayan, desa Long Nawang merupakan pusat dari kebudayaan dan masyarakat Apau Kayan pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari kemajuan infrastruktur, mulai adanya Puskesmas, Kecamatan, Koramil, Polsek, Jembatan Malinau, Perumahan penduduk dan semenisasi jalan, serta Bandara (Airstrip). 

Jembatan Long Nawang
                Long Nawang merupakan suatu desa yang dapat dicapai melalui 3 kota di Kalimantan timur yaitu Malinau Kota, Tarakan dan Samarinda. Untuk Malinau kota penerbangan 2x seminggu dengan pesawat “Pilatus Porter” dari Susi Air, dan dari Samarinda menggunakan pesawat “Caravan” yang mendarat di Long Apung  4x seminggu, dan melanjutkan perjalanan sekitar 1 jam ke Long Nawang melalui perahu ketinting. Apabila anda beruntung, maka anda dapat menikmati perjalanan langsung ke Long Nawang dari Tarakan dengan pesawat “Kodiak” MAF, karena pesawat ini biasanya ada jadwal seminggu sekali namun bila ada pengiriman barang atau orang sakit di Apau Kayan.
Pesawat “Kodiak” MAF
Perahu Ketinting
                Sebagai salah satu pusat dari nenek moyang dari suku dayak Kenyah, Desa Long Nawang memiliki suatu tradisi kultur yang luar biasa, hal ini bisa dilihat mulai dari anak kecil hingga ibu-ibu bahkan usia lanjut, memegang teguh hukum adat, serta yang terpenting, adalah mereka fasih dalam memperagakan tarian-tarian dayak Kenyah, misalnya tari “Gerak Sama”. Khususnya diperagakan oleh siswi-siswi usia SMP dan SMU di Kayan Hulu. 
Gadis-gadis penari Kayan Hulu 
                Keramahan merupakan bagian dari masyarakat Kayan Hulu pada umumnya, hal ini bisa kita lihat dari tarian sambutan yang biasa dilakukan oleh para Ibu-ibu kepada para tamu, dan dilanjutkan dengan acara-acara adat tertentu, hingga kepada penyerahan cidera mata. Hal ini merupakan suatu protokol yang dilakukan dengan ketulusan hati kepada tamu oleh masyarakat Kayan Hulu, hingga setiap tamu yang datang ke tempat ini selalu terkesan dengan kebaikan hati dari masyarakat desa ini. Hal ini tidak hanya berlaku kepada tamu saja, namun kepada seluruh elemen masyarakat yang bertugas di Kayan Hulu, meskipun berasal dari luar daerah Apau Kayan (Alok), dapat merasakan kehangatan dari masyarakat setempat. 
Keakraban penduduk dan elemen masyarakat
                Terlepas dari keindahan hati masyarakat penduduknya, Tuhan menganugrahkan sebuah keindahan alam yang luar biasa untuk Kayan Hulu, hal ini dapat dilihat, mulai dari dataran tinggi yang memiliki udara segar, hutan perawan yang belum banyak tersentuh oleh ilegal logging, serta air jernih dari sungai Kayan. Menikmati buah nanas langsung dari pokoknya, serta memasak daging ikan dan payau (rusa) segar bukan barang baru di daerah ini, hal ini kerap dilakukan oleh penduduk daerah ini. Bukan karena tidak ada pendingin, namun karena berlimpahnya buah serta binatang tersebut dalam hutan sekitar Kayan Hulu ini. 
Pemandangan alam desa Long Nawang
Hamparan pohon Nanas
Kejernihan Sungai Kayan
                Dari semua hal tersebut, kita dapat menarik kesimpulan, tidak ada alasan untuk tidak mengunjungi atau bertugas ke Kecamatan Kayan hulu ini, yang terdiri atas 5 desa, Long Nawang, Nawang Baru, Long Temuyat, Long Payau dan Long Betaoh. Semuanya dapat memiliki sub-suku  Kenyah yang berbeda, namun tetap mewakili satu keramahan, yaitu keramahan suku Dayak Kenyah. Kami tunggu kedatanganya....

               

Senin, 07 Februari 2011

Long Nawang, the first step....


"Long Nawang dok " "Apa? Long Bawang?" Begitulah reaksi saya saat mendengar pertama kali tempat PTT sangat terpencil saya, segera saya cari dalam google map, dan hasilnya, ada. di ujung dekat malaysia, dan rupanya sangat terpencil sekali untuk ukuran tempat di kalimantan.
Puskesmas Long Nawang
Mulailah saya berpikiran yang bukan-bukan, dalam hal ini, pemikiran yang singkat pasti akan mengatakan " tempat yang primitif, rumah dokter yang kurang terurus dan akses yang sulit" ..... tidak sepenuhnya benar, bahkan..... tidak ada yang benar! Perjalanan saya diawali dari Malinau dengan Susi Air selama 1,5 jam, merupakan pesawat satu mesin berisi 12 penumpang, cukup baik, dan yang meyakinkan (saya ga tau kenapa) pilotnya foreigners, dan sebagian besar berkewarganegaraan amerika. Pertama kali saya mendarat di bandara Long Ampung, saya berpikir, ada istilah Airport-Airfield-Airstrip, dalam hal ini, bandara ini masuk kategori Airfield, hanya landasan aspal dengan panjang 400meter, hingga hanya pesawat kelas Susi Air kebawah yang bisa mendarat. 
Perahu Ketinting
Tapi melihat bandara yang hanya berupa rumah kayu, saya semakin berpikir yang tidak-tidak tentang Long Nawang. Namun setelah perjalanan 1,5 jam lagi dengan ketinting (perahu motor yang dirancang untuk sungai yang dangkal namun berpenumpang banyak), sampailah saya di Long Nawang, hal berikutnya di pikiran saya yang terlintas adalah "Tau begini, gw ga bawa barang-barang camping" yup, saya memang terlalu meng underestimate Long Nawang, hingga saya bawa perlengkapan "naik gunung".
Namun tetap ada permasalahan (atau bukan masalah bila sudah gaya hidup) di sana, yaitu harga, untuk sebutir telur dan satu bungkus mie instant, masing-masing adalah 5500 rupiah, dan ayam 1 ekor 250 ribu rupiah, hal tersebut awalnya membuat saya garuk kepala, tapi setelah mengetahui metode diatas adalah patungan ^_^ beban jadi terasa ringan, karena keberadaan perawat dan bidan yang baik-baik, sangat membantu saya. Untuk kehidupan di Long Nawang, see u in the next blog...

Jembatan Long Nawang