Jumat, 17 Juli 2015

Kanker Payudara, sebuah perjuangan

Kanker Payudara, sebuah perjuangan….

Seorang ibu menghembuskan nafas terakhirnya di ICU, henti jantungnya kira-kira bersamaan dengan selesainya shalat Ied, anak lelakinya yang kebetulan selesai shalat langsung menangis dan mencoba menerima keadaan duka yang baru saja mereka alami. Akhirnya mereka berterimakasih dan mengatakan “ibu meninggal di hari yang sangat baik ya dok, di hari yang suci”. Dan saya hanya bisa mengiyakan. Karena saya tahu ibu ini sudah berjuang sangat panjang, a brave warrior, struggle til the end.

Ibu ini menyadari benjolanya sejak 2 tahun yang lalu, hanya sebesar biji jagung pada payudara kiri, dan semakin membesar dalam 1 bulan terakhir, hingga sebesar bola pingpong. Ia berinisiatif untuk operasi di daerah, operasi pengangkatan benjolan. Hasil pemeriksaan menyatakan ganas. Disini saya menjelaskan bahwa metode pengobatan adalah kombinasi antara operasi pengangkatan payudara dan kemoterapi, paling tidak 6 siklus, ia menjawab “Saya punya 5 anak dok, baru 1 yang menikah, 2 yang terakhir masih sekolah dasar, apa ada alasan untuk saya menyerah? Insya Allah saya kuat jalani semua dokter”. Ia juga menanyakan peluangnya, saya menjelaskan, ada 4 yang dipakai sebagai patokan keberhasilan kemoterapi apakah respon komplit, respon sebagian, tidak ada respon, atau perburukan. Disitu saya menyadari, bahwa pada akhirnya kita hidup untuk keluarga, kita bekerja untuk keluarga, kita melakukan semua untuk masa depan keluarga, another lesson learned.

Description: http://media.inktastic.com/thumbnail/48/67/67048.1.png

Setelah operasi pengangkatan payudara, kemoterapi pertama dilakukan, ini tidak akan mudah, semua obat antimual, antialergi, antimenggigil dimasukkan diawal sebelum kemoterpi, saya mengingatkan lagi bahwa dukungan keluarga, sahabat dan doa, sangat berperan dalam mencapai kesembuhan. Obat masuk, tetesan dan bilasan disesuaikan dengan jenis obat, kecepatanya diatur supaya memberikan efek samping seminim mungkin. Ibu ini mulai mual dan muntah, tapi tetap tersenyum sambil bercanda dengan puterinya yang kebetulan ikut menemani. “Ko cari suami dokter atau perawat nah, supaya ada yang rawat ibu, dia ini politehnikji dok, cari uang nanti kerjanya…” sambil tertawa, ditengah rasa mualnya. Sebagai seorang pribadi, ibu ini cukup menarik, beliau adalah seorang guru, hobi membaca, dia tahu perjalananya kedepan bakal panjang, dia menceritakan kisah sukses pasien-pasien post kemoterapi yang remisi, tidak ditemukan gambaran metastasis (penyebaran) di tempat lain, penanda tumor minim, dan dia percaya akan sampai di posisi tersebut. Saya juga baru tahu bahwa banyak sekali kisah sukses pasien kanker, dan semuanya menyemangati pasien, dan juga kami, tenaga kesehatan. Keberhasilan pengobatan kanker itu ada.



Kemoterapi berlangsung terus hingga siklus ke 3, rambut pasien mulai rontok, kulit pucat dan badan lemas, mual muntah yang berlangsung. Hingga pada siklus ke 4 pasien tidak control pada waktunya. Karena saya kenal pribadi dengan ibu ini, saya yakin dia bukan tipe orang yang tidak tepat waktu, seperti siklus-siklus sebelumnya, selalu tepat. Ibu guru, bagaimana mau telat… tapi kok kali ini tidak ada kabar…

Akhirnya beliau menghubungi perawat poliklinik dan memohon izin untuk terlambat kemoterapi karena anaknya melahirkan di Kalimantan, kalau bisa dia menunda untuk 1 minggu. Saya tetap menyarankan tepat waktu namun beliau bersikeras. 1 minggu berlalu, hingga 1 bulan, ibu ini tidak terlihat. Sampai saya pindah stase rumah sakit lain, dan kembali di rumah sakit dimana saya bertemu beliau pertama kali.

Tanggal 2 hari yang lalu pukul 23.00 saya dihubungi UGD ada pasien post kemoterapi masuk dengan keluhan lemas, penurunan kesadaran dan sesak, saya datang untuk menstabilkan pasien, kemudian menganjurkan pasien tersebut untuk masuk ICU. Saya tidak mengenali pasien tersebut. Dan ternyata ibu itu, badanya bengkak dan keadaan pasien sesak. Kesadaranya turun. Kami lakukan pemeriksaan Foto thorax, ternyata sudah terjadi penyebaran ke paru. Keadaan pasien tidak memungkinkan untuk di CT Scan, tapi dari pemeriksaan fisik dan lab, kemungkinan besar pasien mengalami penyebaran ke otak.



Saya menanyakan ke keluarga, kenapa sempat lepas siklus kemoterapi, keluarga menjelaskan, saat di Kalimantan, tidak aja yang menjaga cucunya, karena beliau mengambil cuti panjang, sekalian beliau menjaga cucunya yang lahir beberapa bulan yang lalu itu, keluarga sudah mengingatkan jadwal kemoterapinya, namun kembali beliau ingin menemani anak dan cucunya, sampai masa nifas lewat. Akhirnya beliau rencana pulang ke kota ini karena tubuhnya semakin lemah dan ingin melanjutkan kemoterapinya. Keadaan memburuk saat dirumah, langsung dibawa ke UGD.

Perawatan dilakukan selama 2 hari, namun pada hari raya, beliau menghembuskan napas terakhirnya, perjuangan yang pantang menyerah, selalu didukung oleh keluarganya, sampai kecintaanya pada keluarganya membuat beliau sedikit terlena dengan perjuanganya. Tapi itulah jalan Tuhan.
Semua pasti ada akhirnya, bagaimanapun itu adalah misteri Ilahi, tidak harus selesai siklus beliau membaik atau sembuh, tapi semua kemungkinan ada. Tapi bagaimana kita menyikapi hal tersebut, dan mengambil makna dari perjuangan orang lain dan dukungan mereka terhadap kita, akan memberikan “kemenangan” pada semua perjuangan terhadap penyakit.

Karena hidup kita yang singkat atau lama tidak ditentukan oleh hitungan waktu, tapi dari “legacy” dimana orang bisa belajar dari sikap positif, pantang menyerah serta harapan kita.

Selamat jalan bu


Salam.